Masa berlalu mengiring payah. Sesekali kaki tersadung, syukurlah semahunya masih punya waktu untuk bangkit, jua untuk punya sedar. Lumrah manusia menukil lakaran2 kehidupan di atas kertas berpandu waktu2 tertentu, tanda punya rencana bagaimana hidup harus jadi sempurna. Namun tanpa sedar, bisa saja rencana sehari2 itu menolak keberadaan Tuhan dalam hidup andai tanpa sedar manusia hanya mengait tautan diri dan dunia, hingga lupa tiada pernah sedetik makhluk bernama hamba ini punya hak atas dirinya...
Terdampar di perantauan manusia belajar mengenal apakah kebenaran, apakah kekhilafan. Sesaat berada dalam nikmat, selalu sekali manusia lupa kalau sesungguhnya segala apa yang dicintai itu hanya ujian yang mendatang dalam senang jua dalam payah. Selama mana manusia menilai kulit dan nombor2, maka selama itu manusia tertipu dengan citra palsu tanpa Al Haqq...
Post ini post panjang...
Sila sabar jika ingin faham...
Beberapa hari berlalu, saya masih teringat kisah yang satu ini.
Kebetulan hari itu saya ke Snack Shack (restoran) bersama sahabat2. Pulang dari sana, seperti selalu kami dikejar kanak2 yang meminta sedekah. Dan harus difahami kondisi di sini, betapa kepayahan hidup bisa saja mendesak manusia untuk mencari sumber penerusan survival dalam keterpaksaan pelbagai. Maka selalu mereka ini menarik2 baju, mencubit kita dalam ketidaksengajaan. Kerana keterpaksaan saya tekankan sekali lagi.
Hari itu juga, entah apa yang buat saya jadi hilang sifat manusia. Dalam bergegas mengelak dikejar anak2 ini, seorang adik kecil mampir kepada saya, menarik baju saya, juga tangannya memegang bungkusan makanan yang saya belikan buat kawan di asrama. Semakin lama, semakin kuat tarikannya, dan saat itu tanpa sedar senang saja saya menepis tangan adik ini. Saya menepis tangannya bagaikan budak perempuan ini bukanlah golongan yang harus dibantu sedang saya semudahnya bicara soal jihad dan perjuangan. Bagaikan segala tayangan duka ini hanyalah kisah picisan yang tidak setanding dengan buku2 tasawuf, haraki, fiqh, falsafah dan sebagainya yang saya teliti saban waktu terluang. MALU!!!
Rupanya di sini kisah2 duka bukanlah satu fokus dakwah yang harus dipandang besar. Bagaikan taboo untuk membantu mereka2 yang malang ini kerana bimbang dikejar, bimbang ditarik, bimbang diasak dengan peminta2 ini.
Selepas saja saya menepis tangan budak perempuan itu, toleh kembali ke belakang saya kecewa dengan diri. Nyaris saja tak terlanggar lori. Kecewa, lapar, sedih, menyesali nasib jua barangkali perasaan budak itu. Betapa saya mengerti sakitnya hati diperlaku begitu.
Part of the fineness of one's submission (in Islam) is one's abandoning that which is of no concern to him. (Hadith narrated by Malik and Ahmad from 'Ali b al-husayn while Ibn Majah narrates it from Abi hurayrah)
Bukan mudah menjadi muslim yang benar2 berserah. Membuang segala rasa cinta yang terlalu kepada dunia memang mudah dimadahkan, namun saat berdepan realiti siapa saja yang tinggal menjadi manusia yang sedar diri?
Bayangkan betapa manusia seenaknya menjamah makanan enak di restoran2 mahal, namun sungguh payah menghulur beberapa rupee demi Tuhan yang hakikatnya pemilik segala. Astaghfirullah... Sudah jadi immune kah saya pada rasa simpati?
Seteguh apakah alasan bimbang dikejar pengemis yang meminta sedekah dengan tuntutan di padang Mahsyar nanti saat ditanya dan didesak apakah perlakuan saya saat ada manusia merana meminta sesuap nasi sedang saya seenaknya menjamah penuh mewah? Apakah keberkesanan sentuhan tarbiyyah dan usrah andai keselesaan dan ukhuwah ini hanya mekar dalam biah solehah, namun saat turun kepada realiti umat yang pincang segala, daie jadi kaku dan layu bagai tidak pernah terdidik erti Islam, Iman dan Ihsan? Siapa saya? Siapa kamu? Siapa kita? Kitakah makhluk yang mengaku Muslim yang berserah segalanya kepada Tuhan? Maka kitakah yang tidak tahu malu mencintai harta dunia, kedekut pada makhluk Tuhan dan kemudiannya mengaku sebagai Muslim? Malu!!!
Selak2 buku The Argumentative Indian tulisan Amartya Sen tentang sejarah, budaya dan identiti India, saya merasakan kedekatan dengan mereka yang tertindas... Mari kita beralih dari sesalan kepada pencerahan akal dan jiwa...
"For I dipt into the future, far as human eyes could see, I saw the vision of the world, and all the wonder that would be."
Kalau saja semua warganegara India ini diberi kesedaran akan apakah yang bisa berlaku mengikut phrase all the wonder that would be....
Sewaktu Jawaharlal Nehru menyampaikan ucapannya pada 1947, beliau bukan sahaja mengimpikan India yang bebas dari cengakaman British, Nehru juga punya impian meleraikan jurang kelas dan ketidakadilan ekonomi, politik dan sosial yang melanda masyarakat India. Namun impiannya dikatakan terlalu 'ambitious'.
Di India, ketidakadilan bukan sekadar mencakup dimensi kelas, namun lebih dari itu melibatkan pengaruh jantina, kasta, agama, komuniti dan sebagainya.Beberapa dekad telah berlalu, namun progres mendekatkan jurang beza ini berjalan terlalu lambat. Saya kira, barangkali kerana pejuang yang punya semangat mendekatkan jurang kelas ini tidak bersedia mengakui harus jua dimusnahkan benteng2 ketidakadilan yang lain seperti penindasan ke atas kaum wanita dan kasta. Berat? Sabar...
Sesekali pergilah Manipal Bookstore atau Manipal Bookland dan cari buku ilmiah mencerah pandangan alam. Baru terbuka minda kita tentang realiti masyarakat sekeliling.
Bayangkan nasib seorang wanita yang lahir dalam kasta rendah, miskin pula kehidupannya. Ketidakadilan sosial ini hakikatnya tidak terlerai kerana rasa apati yang meninggi pada golongan atasan. Malah andai ada sesetengah golongan yang kononnya berjuang membela, bisa saja ramuan yang salah menambah luas jurang kelas ini. Owh, belum kira lagi golongan yang suka menangguk di air keruh...
Polisi makanan dan kelaparan...
India hakikatnya mengalami masalah kekurangan makanan yang lebih teruk berbanding sub-Saharan Africa. Hampir separuh kanak2 India mengalami tumbesaran tanpa makanan berkhasiat dan mencukupi, bayi lahir kurang berat dan lebih dari separuh wanita India mengalami anemia. Fenomena ini bukan sekadar buruk pada keadaan, namun sifat ketidakpedulian masyarakat menjadi racun yang membarah kondisi.
Apa impian Nehru tentang kebebasan? Bebas dari cengkaman British?
Senyum seketika... Segala impiannya masih jauh tak tergapai. India memang sudah merdeka daripada jajahan British secara fizikal, namun hegemoni ini menjajah generasi mudanya menerusi globalisasi hingga hilang budaya berzaman, yang tinggal hanya kesan sentralisasi yang membawa anasir2 baik mahupun buruk dari Barat lalu ditimbunkan di sini menjadi budaya yang celaru.
Saya mencari punca celaru akhlak, maka barangkali jiwa kurang sinar dengan ta'dib dan tarbiyyah. Harus disinar dengan cahaya taqwa dan kefahaman benar tentang pandangan hidup Islam. Jua, untuk mengerti sunnatullah yang diaturkan Allah sebagai i'tibar, harus dikaji sejarah manusia, tentang bagaimana berlaku sesuatu serta apa akibatnya. Berada di India, rugilah budaya mereka dipandang sepi sedang Allah mencipta pelbagai kaum dan budaya agar manusia saling mengenal dan berukhuwwah.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" (50:16)
Wallahua'lam...